Isi. Ada dua arti: isi mengisi dan isinya apa. Kata kerja dan kata benda. Hidup ini isi mengisi. Hidup ini ada isi. Isinya apa? Perbuatan yang baik. Siapa yang isi? Yah, tiap diri kita sendiri. Kita yang isi kita punya hidup. Isi hidup supaya hidup ada isi. Isi dengan yang baik isinya baik. Isi dengan yang buruk, isinya buruk.
Isi. Nafsu kita tidak pernah berhenti isi diri kita dengan segala macam keinginan. Tubuh kita ada isi, gemuk. Itu hasil nafsu makan. Nalar kita juga tidak pernah lelah isi otak kita dengan bebagai pengetahuan dan ingatan akan berbagai pengalaman. Otak penuh isi. Itu hasil kerja nalar. Naluri kita mendorong diri kita untuk melanglang buana. Hasilnya diri kita ada isi dengan berbagai keakraban antar kita sesama manusia. Nurani kita penuh dengan isi dalam bentuk ketenangan kalau diri kita itu baik. Tapi nurani kita bisa saja penuh dengan ketegangan kalau kita isi dengan hal-hal yang buruk. Inilah kerjasama antara empat unsur dalam diri kita: Nafsu + Nalar + Naluri + Nurani. (4N, Kwadran Bele 2011).
Isi. Diri kita tidak kosong. Tidak hampa. Selalu Ada isi. Ada dua saja kemungkinan: isi yang baik atau isi yang buruk. Tidak mungkin isi dua-dua, baik dan buruk sekaligus. Isi yang buruk sedikit saja, itu sudah buruk. Maka yang buruk itu diperbaiki supaya isi diri kita itu baik. Utuh. Sekarang terserah pada diri kita masing-masing. Isi yang baik dan terus yang baik maka jadilah diri kita itu orang baik. Tapi kalau isi yang buruk terus-menerus, sudah jelas, hasilnya diri kita jadi orang yang buruk di mata sesama dan terlebih di hadirat TUHAN. Tetapi kita tidak usah cemas. Karena TUHAN, Pencipta kita, tidak pernah akan membiarkan diri kita jadi orang buruk karena RahmatNYA berlimpah-limpah tercurah kepada diri kita perorangan dan per kelompok untuk jadi pribadi yang baik.
Isi. Mari kita isi diri kita dengan segala yang baik, benar dan berguna (tiga B) karena itulah tujuan kita hidup di dunia ini untuk nantinya tiba kembali pada PEMBERI kebaikan karena DIA itu MAHA-BAIK.