Ramas dan remas hampir sama tapi tidak sama. Ramas dengan tenaga. Remas dengan rasa. Ramas itu kasar. Remas itu halus. Ramas parutan kelapa untuk dapat santan. Remas susu sapi untuk dapat air susu. Ramas dan remas tujuannya satu dan sama, dapat sesuatu. Santan dan susu diperoleh dengan salah satu dari dua cara ini, ramas dan remas. Itulah tindakan manusia, untuk dapat sesuatu itu entah ramas atau remas.
Ramas dan remas. Nafsu merampas sesuatu dari sesama itu pasti dengan ramas. Rampas dengan tipu muslihat itu ulah Nalar yang tidak benar. Rampas hak sesama dengan paksa itu namanya Naluri yang rakus incer tiap saat dan ramas sesama. Nurani yang sudah lumpuh tambah tumpul ramas sesama seperti lumpur.
Ramas dan remas. Nafsu memperoleh secara santun itu seperti ramas parutan kelapa tinggal ampas dapat santan. Santan jadi pelezat makanan santapan insan dan ampas jadi pakan ternak piaraan. Ada manfaat. Itulah ramas yang pantas untuk dilakukan dan tidak patut kalau sesama diramas tak berdaya lalu apa pun yang dimiliki dijarah secara paksa. Nalar mengarahkan manusia untuk ramas dan remas barang bukan manusia. Naluri mendorong kita manusia untuk ramas yang keras dan remas yang lembut, dan itu untuk barang , bukan manusia. Nurani membisikkan dengan jelas, awas, ramas dan remas itu untuk barang, bukan manusia. Inilah kerjasama antara empat unsur dalam diri kita manusia, supaya ramas dan remas itu dilakukan untuk benda apa saja yang bisa diramas atau diremas. Tapi bukan manusia. (4N, Kwadran Bele, 2011).
Ramas dan remas. Sayang, dua tindakan ini patut dan pantas untuk barang dan heran dilakukan oleh kita manusia terhadap sesama manusia. TUHAN tidak mau.