JAMAH
Jamah. Pegang, sentuh tidak sama dengan jamah. Jamah itu sentuh dan pegang diri sesama dengan rasa. Jamah juga sentuh sesama dengan sengaja secara seksama. Dokter jamah orang sakit. Itu tidak sebatas pegang atau sentuh. Jamah itu diri dengan diri yang berpadu. Jamah tidak selalu dengan tangan. Jamah bisa dengan mata, bisa dengan tangan, malah bisa dengan seluruh tubuh terutama hati. Jamah itu darah yang mengalir dari pribadi yang satu ke pribadi yang lain.
Jamah. Nafsu mengingini gelang milik sesama jamah pergelangan tangan pemiliknya dengan mesrah. Nalar mengagumi karya lukis seseorang jamah pelukisnya sampai memeluk dengan erat penuh kagum pada sang pelukis. Naluri menerima sapaan sesama mendekap relung dada sesama sambil menjamah merambah lekuk pipi sesama itu sepuas-puasnya tanpa mau lepas. Nurani meresap kasih sesama lewat sejuk kalbu yang jamah relung terdalam telaga hati sesama. Inilah jamah- menjamah antara dua pribadi yang luluh dalam rindu dan berpadu dalam lugu. Jamah- menjamah antara empat unsur, Nafsu + Nalar + Naluri + Nurani dari dua pribadi yang ada bersama di persada bumi ini yang membuat manusia itu sama dan satu tanpa bedakan asal dan usul, derajat dan pangkat. (4N, Kwadran Bele, 2011).
Jamah. Saya, anda, dia, kita saling jamah-menjamah sekian sampai hilang makna dari kata kamu dan mereka berupa jarak yang membentang memisah-jauhkan satu manusia dengan manusia yang lain. Ternyata kenyataan jamah-menjamah antar kita yang sama-sama manusia ini hanyalah percikan dari jamahan jemari dari DIA, PENCIPTA kita. Di mana lagi jarak antara saya dan anda kalau DIA sudah jamah berdua kita dengan ramah melimpah menelusuri sekujur diri kita?