Tepi. Maksudnya pinggir. Tepi pantai, tepi laut. Tepi pantai berarti daratan yang kita pijak sudah mencapai akhir. Maka disebut tepi pantai. Tepi laut berarti laut ada di depan dan kita belum injak airnya. Masih di depan. Hidup ini ada di tepi. Tepi dari pantai yang berakhir dan tepi dari laut yang akan mulai. Bisa tepi macam-macam. Tepi langit. Tepi jurang. Tepi hutan. Tepi kolam. Tepi kebun. Tepi padang. Itu semua tergantung di mana kita sedang berada dan ke mana sedang menuju.
Tepi. Tepi hidup. Tidak ada pantai yang tak bertepi. Demikian pun hidup. Pasti bertepi. Sekarang ini saya menulis dan saya sadar sedang berada di tepi pantai hidup menggapai tepi hidup yang lain. Pantai itu kering dan di tepinya kaki saya kering dan tepi laut itu air lautnya menyentuh membasahi kaki saya dan saya alami kedinginan laut yang sedang gerak berombak memecah buih memutih di karang.
Tepi. Nafsu saya membuat diri saya ingin apa saja. Sering Nafsu menipu saya menginginkan hujan di langit dan membuang air di ember. Hujan tidak turun ember jadi kosong. Itulah gerak Nafsu yang membuat diri saya berada di tepi kerinduan, keinginan yang antara hampa dan bernas silih berganti. Permainan Nafsu ini yang membuat diri saya hidup di tepi dari yang sedang saya nikmati dan tepi yang sedang kuingini.
Tepi. Nalar saya mengayun-ayun diri saya dalam ayunan pengalaman masa lampau terayun ke masa depan. Beranjak dari tepi pengetahuan lama ke tepi pengetahuan baru. Nalar membuat diri saya pecah otak untuk merambah lebatnya belantara penuh satwa dan fauna di depan saya. Nalar mengawaskan diri saya untuk kagumi unggas aneka warna sambil awasi diri saya untuk hindari lintah yang merayap dan serangga yang mendengung. Nalar menuntun untuk mengetahui macam dan jenis apa dan siapa yang sedang kuhadapi. Nalar yang membuat diri saya hati-hati di tepi hidup.
Tepi. Naluri saya menggetarkan diri saya bila berpapasan dengan orang yang lama kurindu dan kutemui di tepi kerumunan orang berjubel di alun-alun kota. Naluri saya menghantar saya dari tepi keramaian memasuki kesunyian kesendirian silih berganti. Itulah tepi hidup yang sedang dirangkaki Naluri yang melotot melongo lewat kisi-kisi tulang rusuk saya.
Tepi. Nurani saya bisik bahwa sekarang sudah di tepi dari yang lama dan ada di tepi yang baru dari hidup. Dan kutanya, apa jadinya dengan yang baru yang sekarang sedang kugapai tepinya? Nurani cuma senyum dikulum sambil bergumam, tenang, aman, karena tepi dari yang sudah kautapaki dan tepi baru yang sedang kauinjak ada dalam DIAYang tanpa Tepi, Mahaluas tanpa batas Yang rangkul kau erat di pelukan Dada-Nya.
Tepi. Oh, itulah tepi hidup yang tiap kita tapaki dengan empat unsur hadiah TUHAN bagi diri kita, Nafsu + Nalar + Naluri + Nurani. (4N, Kwadran Bele, 2011). Terpujilah DIKAU, TUHAN-ku.