Bantu. Bantu membantu. Itulah hidup. Hidup tanpa bantuan tidak mungkin hidup. Tiap diri kita butuh bantuan orang lain. Sendiri atur diri tanpa bantuan, tidak mungkin. Oleh karena itulah kata bantu ini harus menjadi kata kunci untuk hidup. Anggota tubuh kita saja ada dan bergerak karena baku bantu satu sama lain. Dalam diri kita manusia ini ada empat unsur yang saling bantu sehingga kita hidup. Nafsu bantu Nalar, Nalar bantu Naluri, Naluri bantu Nurani. Seterusnya, Nurani bantu Nafsu. Satu lingkaran bantu membantu antara empat unsur yang TUHAN adakan dalam diri kita. (4N, Kwadran Bele, 2011).
Bantu. Saat kita berhenti membantu, saat itulah yang namanya kematian. Selama masih hidup, membantu dan dibantu jalan terus sehingga tiap diri kita mulai bangun pagi sampai tidur malam, hidup atas bantuan orang lain. Sebaliknya, diri kita pun bantu orang lain sehingga dengan saling membantu ini kita manusia menjadi satu kesatuan yang menghuni bumi ini dengan penuh tenaga untuk segala macam kegiatan. Bayangkan, makan nasi. Nasi di piring itu hasil bantuan begitu banyak manusia, mulai dari petani, penjual sampai kepada pemasak. Tanpa mata rantai bantu-membantu ini tidak mungkin ada nasi. Oleh karena itulah tidak boleh lalai dalam membantu sesama. Tugas kita entah itu namanya tugas pokok atau tugas tambahan, semuanya itu mengarah kepada tugas bantu sesama.
Bantu. Kegiatan bantu ini dirusak oleh diri kita sendiri kalau kita bantu itu dengan setengah hati atau bantu dengan harapan akan dibantu. Lebih parah lagi kalau bantu itu dengan tipu muslihat untuk merugikan sesama yang dibantu dengan kedok bantu padahal ada niat untuk menyusahkan orang yang dibantu. Ada sejumlah anggaran untuk bantu orang yang rumah dan seluruh hartanya rusak diterjang badai dan banjir. Bantuan yang harus disalurkan sejumlah satu milyar rupiah, dicubit untuk kepentingan diri, seratus juta. Ini bukan bantu tapi curi. Kalau dana yang terkumpul berasal dari orang-orang yang baik hati atau dari Pemerintah, lalu dikorupsi, maka kita yang membantu dengan cara itu seharusnya dihukum dengan hukuman yang berat seturut peraturan perundang-undangan, tetapi hukuman yang paling berat itu ketenangan dalam nurani kita hilang.
Bantu. Setiap orang dalam profesi masing-masing itu sejatinya membantu sesama. Ganjarannya, gaji atau honorarium yang diterima dari pihak yang ditentukan untuk mengatur itu. Imbalan atas jasa membantu ini secara lahiriah, ada dalam bentuk barang atau uang. Tapi imbalan yang tak ternilai harganya itu, ialah: Rahmat. Dari siapa? Dari TUHAN.