Cinta diri

Cinta diri. Diri itu siapa dan yang cinta itu siapa. Ini dua diri? Yah, memang dua diri. Diri yang cinta diri. Diri yang kelihatan ini dikendalikan oleh diri yang tidak kelihatan. Cinta itu terjadi antara diri yang tampak dan tak tampak. Diri yang satu dua sisi. Sisi yang tampak cinta yang tak tampak, sebaliknya yang tak tampak cinta yang tampak.  Itulah yang namanya cinta diri. Dalam diri kita ada Nafsu sebagai dorongan untuk nikmati sesuatu. Jadi mau kenyang. Itu perut punya mau. Tapi yang namanya Nafsu itu bilang, nasi satu piring cukup, jangan lebih. Nanti perut sakit. Inilah namanya cinta diri, Nafsu cinta sama perut sehingga isi secukupnya saja. Dalam diri kita ada Nalar untuk ingatkan diri bahwa nasi itu kalau sudah basi jangan makan. Itu bukti Nalar cinta perut sehingga mulut dan kerongkongan tidak kunyah dan telan nasi basi.  Naluri kita adalah bahagian dari diri yang cubit diri kita untuk makan ingat orang lain. Kita langsung setuju. Itulah Naluri yang cinta diri kita sehingga kita hidup aman dengan sesama. Nurani kita puji kita makan secukupnya sambil bersyukur kepada Pencipta tumbuhan padi yang jadi nasi. Nurani cinta diri kita untuk sadar akan keberadaan kita yang tergantung penuh pada Diri Sang Pencipta. Inilah cinta diri dalam arti yang sesungguhnya atas peran dari empat N dalam diri kita, Nafsu + Nalar + Naluri + Nurani. (4N, Kwadran Bele, 2011).

Cinta diri. Diri ada dan diri dengan diri itu saling cinta. Ternyata ada diri-diri yang lain yang juga sama dengan diri saya. Maka muncullah kesadaran berupa kewajiban untuk cinta diri-diri yang lain itu. Jadilah hukum cinta antara sesama. Oh, hukum? Yah, hukum yang mempunyai dua sisi, larangan dan perintah. Cinta itu lawannya benci. Hukum cinta itu, larang  diri untuk tidak boleh benci diri dan sesama, dan perintah  diri untuk cinta diri dan cinta diri sesama. Hukum ini tidak dibuat oleh diri-diri kita ini. Hukum ini berasal dari Diri Pencipta kita. Dikenal dengan hukum cinta, hukum kasih.

Cinta diri. Diri kita yang wajib cinta diri ini sadar bahwa ada diri yang lain.  Diri yang lain yang namanya manusia itu sama dengan diri saya sehingga disebut sesama. Dan suatu hal yang luar biasa, diri saya, anda, dia, kita, kamu, mereka, harus sadar sesadar-sadarnya bahwa ada Diri Yang lain Yang Mahasempurna yaitu TUHAN. Dia itulah yang suruh kita cinta diri dan cinta sesama. Maka sudah harus setiap diri kita cinta Diri Yang Satu ini, TUHAN. Lengkaplah cinta diri ini, cinta diri sendiri, cinta diri sesama dan cinta di atas segala cinta, diarahkan kepada Sang Maha-Cinta sumber dari segala sumber CINTA.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *