Ada yang salah. Belajar dari kesalahan. Tidak ada manusia yang tidak pernah buat salah. Manusia tidak sempurna. Dalam hal apa saja, manusia tetap buat kesalahan. Sampai dalam urusan agama pun manusia buat kesalahan. Makanya manusia harus sadar bahwa ia sudah dan sedang buat salah. Itu yang harus disadari dan perbaiki kesalahan itu. Untuk itu harus lihat dan sadar bahwa ada yang salah. Dalam sistem pemilihan umum di Indonesia sekarang ini ada begitu banyak keluh-kesah tentang berbagai hal. Tentang partai, tentang perangkat pemerintah yang urus pemilu, tentang calon, tentang uang, tentang cara. Banyak. Pemilu tidak disambut dengan gembira tetapi dengan kecemasan. Contoh konkrit, di tingkat Provinsi tertentu, ada daerah pemilihan (dapil) yang mempunyai jatah tujuh kursi di DPR-D Provinsi. Tujuh belas partai masing-masing mencalonkan tujuh orang. Maka jumlah calon, 17 x 7 = 119 calon. Mereka 119 orang memperebutkan 7 kursi. Maka siap-siaplah 119-7 = 112 orang mengelus dada sesudah hari pemilu karena tidak dapat kursi. Padahal proses pencalonan, sosialisasi, kampanye, baliho, temu-muka sudah menelan puluhan malah ratusan juta rupiah. Tragis.
Ada yang salah. Salah di mana? Apa yang salah? Siapa yang salah? Tiga pertanyaan. Saya coba jawab mulai dari pribadi manusia. Alat yang saya pakai, Kwadran Bele, 4N. NAFSU untuk raih kursi terlalu besar. Kurang pakai NALAR. NALURI dipangkas. NURANI diberangus. Oleh diri sendiri. Salah di mana? Di sini, sistem. Perekrutan oleh Partai. Calon loyal pada Partai. NALAR kurang dipakai dalam arti paksa diri untuk ikuti kehendak orang-orang tertentu di Partai sehingga kerdilkan diri dengan abaikan pengetahuan dan pengalaman yang baik untuk diri dan masyarakat lalu dikorbankan untuk memuaskan kehendak Partai dalam diri orang-orang petinggi Partai. NALURI dikerdilkan dengan persempit pengaruh terbatas pada sesama anggota Partai dan para donatur Partai. NURANI dikesampingkan dengan pemaafan diri bahwa ini urusan politik, tidak perlu libatkan TUHAN. (4N, Kwadran Bele, 2011).
Ada yang salah. Jadi salah pokok dan pokok salah di Partai. Desa pun mulai dibelah-pisah berdasarkan Partai. Lebih ngeri lagi, keluarga saja diporak-porandakan berdasarkan Partai. Suami, Isteri, Anak-anak, bisa saja tidak se-Partai. Runyam.
Ada yang salah. Partai itu wadah, organisasi, kumpulan manusia. Kita manusia yang buat. Jadi? Kita yang salah. Kita memberangus diri dalam Partai. Pilih Kepala Daerah Kabupaten, Kota, Provinsi berdasarkan Partai. Pilih Presiden, Wakil Presiden, Anggota DPR-D, mulai dari Kabupaten, Kota, Provinsi sampai Pusat, lewat Partai. Kita jadikan diri robot dalam Partai.
Ada yang salah. Siapa yang harus perbaiki? Kita semua. Pertama, sadar dulu bahwa ada salah. Kedua, cari jalan keluar. Ketiga, laksanakan. Kembali, setiap kita, sadar untuk: kendalikan NAFSU, cerahkan NALAR, arahkan NALUJRI, murnikan NURANI. TUHAN mau yang itu.