Dibatasi. Hidup kita ini dibatasi. Siapa yang batasi? Kalau bukan TUHAN, siapa lagi? TUHAN Yang beri kita hidup dan DIA-lah Yang batasi hidup kita sehingga kita hidup ini dibatasi dengan ruang dan waktu. Lalu apa sikap kita? Yah, terima dan syukuri. Berapa pun waktu yang diberikan, berapa pun luas ruang gerak kita, harus terima dan syukuri. Hidup kita menjadi berat karena dikira beban berat dan itu karena kurang sadar bahwa hidup kita dibatasi oleh PEMBERI hidup itu sendiri. Mengeluh? Menyesal? Tidak boleh. Itu sikap yang keliru. Karena kalau kenyataan bahwa hidup kita dibatasi oleh PEMBERI hidup, maka DIA itu MAHA KASIH, tidak mungkin DIA batasi kita sekedar untuk buat kita susah dan tanggung beban berat seolah-olah hidup itu beban. Hidup itu kurnia, bukan beban.
Dibatasi. Bayangkan kalau hidup kita tidak dibatasi. Dunia penuh dengan manusia. Tidak perlu membayangkan yang aneh-aneh seperti itu. Sekarang terima kenyataan. Hidup dibatasi.
Nafsu kita diberikan TUHAN sambil dibatasi sehingga tidak pernah Nafsu makan itu tidak dibatasi sampai mau makan terus dan makan apa saja. Ada saat kenyang, dan Nafsu makan terbatas sampai kenyang lalu lapar, Nafsu makan muncul lagi.
Nalar kita juga demikian. Berpikir dan berpikir, sudah temukan jawaban atas persoalan hidup, gembira, Nalar kerja lagi untuk cari pengetahuan baru dan pengalaman lain.
Naluri kita juga dibatasi dengan kemampuan untuk bergaul dengan sesama dalam jumlah terbatas.
Nurani kita dibatasi untuk mengabdi hanya pada SATU, yaitu PENCIPTA kita itu. Lalu Nurani kita disiapkan untuk mengasihi sesama dan mengasihi TUHAN.
Inilah kenyataan yang kita hadapi dengan adanya empat unsur dalam diri kita, Nafsu + Nalar + Naluri + Nurani untuk menyadari bahwa hidup kita dibatasi di luar kemauan kita. (4N, Kwadran Bele, 2011).
Dibatasi. Ruang gerak kita manusia dibatasi. Luas atau sempit, itu bukan urusan kita. Namanya Hadiah, Rahmat dari SANG PEMILIK. Manfaatkan ruang itu. Kita jadi resah karena sering mau perluas atau persempit ruang gerak di luar batas kemampuan kita. Waktu yang diberikan sudah dibatasi oleh DIA. Kita sering dengan kemampuan Nalar yang sudah dibatasi itu mau memperpanjang atau memperpendek jangka waktu yang sudah disiapkan untuk kita. Patut kita bertanya, mengapa ruang gerak saya dibatasi dan waktu hidup saya dibatasi? Ini pertanyaan konyol karena tidak ada jawabannya. Mana mungkin YANG MAHA BIJAKSANA ditanya malah diuji untuk beri jawaban kepada diri kita yang di alam semesta ini hanya ibarat setitik debu.
Dibatasi. Terima. Syukuri. Sendiri sadar bahwa dibatasi dan sadarkan sesama bahwa kita sama-sama dibatasi. Sikap kita? Yah, sama-sama terima dan nikmati yang dibatasi itu dan jangan saling merampas atau menggerogoti hak sesama yang sudah ada batasnya karena dibatasi oleh PENCIPTA kita. Hidup jadi aman, tenteram dan damai.