Terbatas. Kita manusia ini terbatas. Ada titik awal. Ada titik akhir. Lahir. Lalu mati, itulah batas hidup di dunia ini sebagai batas dari nafas yang awal dihembuskan lalu pada saatnya dihembuskan terakhir kali. Nafas ada batas. Kalau dibatasi dalam ruang yang terbatas maka hidup kita yang terbatas ini akan langsung terbatas dan tibalah pada akhir batas hidup, mati. Kita cantolkan keterbatasan kita pada Yang Tak Terbatas, TUHAN, itulah yang disebut Iman. Percaya pada Yang Tak Terbatas bahwa hidup kita yang terbatas ini dijaga keterbatasannya oleh TUHAN. Penjagaan diri kita yang terbatas dalam keterbatasan kita oleh TUHAN, itulah yang kita kenal dengan istilah Rahmat, Anugerah, Kurnia.
Terbatas. Kita manusia ini terbatas maka Nafsu yang ada dalam kita itu selalu menginginkan terus apa saja yang kita butuhkan untuk mengisi keterbatasan kita. Nalar kita ada untuk mengupayakan pemenuhan kebutuhan yang terbatas itu melalui berbagai daya dan upaya yang kita miliki lewat perbendaharaan pengetahuan dan pengalaman kita. Naluri kita mendorong diri kita yang terbatas ini untuk tidak berjuang sendirian tetapi bersama sesama sehingga ramai-ramai sadari keterbatasan untuk saling mendukung mengatasi keterbatasan kita masing-masing. Nurani kita langsung bertindak untuk pertama-tama sadari keterbatasan diri kita, dan berharap pada Yang Tak Terbatas, TUHAN, untuk menopang diri kita lalu bersyukur karena keterbatasan kita dipulihkan oleh Yang Tak Terbatas, TUHAN. Inilah kerjasama antara empat unsur dalam diri kita, hadiah dari TUHAN, Nafsu + Nalar + Naluri + Nurani (4N, Kwadran Bele, 2011).
Terbatas. Ruang terbatas. Waktu terbatas. Kita hidup dalam ruang dan waktu yang terbatas ini. Sering kita memperluas ruang tempat tinggal kita melampaui batas tenaga dan dana yang ada pada kita yang terbatas ini sehingga Nafsu untuk mencuri dan merampok menggerogoti dan menguasai diri kita. Sering pula kita mengejar harta dan kuasa di luar Nalar kita yang terbatas sehingga membuat diri kita lelah tak berdaya dan main otak untuk menipu diri dan sesama bahwa diri kita belum sampai pada titik terbatasnya ruang dan waktu yang tersedia bagi diri kita. Kerja kurang menyadari lanjutnya usia termasuk daya Nalar yang kurang mau mengakui diri kita bahwa sedang mengalami hidup yang terbatas. Naluri kita juga sering kita pelintir menjadi dorongan yang penuh rasa ingat diri dan mengabaikan sesama sehingga sudah jelas diri kita terbatas tapi cari pengaruh di luar batas. Nurani kita mengendalikan diri kita untuk tetap hidup seimbang dalam mengendalikan Nafsu, mengatur Nalar dan memanfaatkan Naluri secara benar karena kita ini terbatas, tetapi sering Nurani kita kecewa karena kita dengan tahu dan mau tidak sadar bahwa diri kita ini terbatas oleh ruang dan waktu.
Terbatas. Syukur bahwa TUHAN menyayangi diri kita yang terbatas ini dengan segala bentuk Rahmat, Anugerah, Kurnia yang dicurahkan kepada kita dalam ruang dan waktu yang terbatas untuk tiba pada akhir hidup kita di dunia ini, tiba pada Hidup abadi yang tidak lagi terbatas oleh ruang dan waktu. Itulah yang kita percaya tentang apa yang disebut Hidup Kekal, Abadi dalam haribaan SANG ABADI, TUHAN.