Pembatas

Pembatas. Ada tanda pembatas. Pembatas itu bisa tanda atau isyarat. Pembatas bisa berarti larangan atau suruhan. Tujuannya satu: keselamatan. Yang meletakkan pembatas adalah yang berkuasa. Dalam alam tempat hunian kita manusia ini ada pembatas di mana-mana. Siapa yang taruh pembatas? PEMILIK dan PENGUASA alam semesta. Itu TUHAN. DIA menaruh pembatas di mana-mana demi kita manusia agar kita selamat dalam ziarah hidup kita di dunia ini.

Pembatas. Nafsu kita mau apa saja. Tapi ada batas karena itu ada pembatas. Kalau ada Nafsu makan, boleh dan harus makan. Tapi pembatas sudah diletakkan dalam tubuh kita yang menyebabkan diri kita merasa kenyang. Kalau lewat pembatas ini maka kelewat kenyang dan perut kita tidak selamat, sakit. Nalar kita diberi TUHAN untuk kita mengetahui dan mengalami apa saja yang bermakna bagi hidup kita. Nalar kita menyadarkan diri kita arti dan maksud berbagai pembatas yang ada dalam alam. Mengabaikan pembatas ini berarti Nalar kita kurang dipakai secara wajar. Naluri kita tertanam dalam diri kita untuk menyadari berbagai pembatas yang ada dalam diri kita manusia dan sesama kita. Adat istiadat pun terbentuk dalam pengalaman hidup kelompok manusia dari waktu ke waktu sebagai pembatas perilaku kita dalam pergaulan. Pembatas ini harus disadari dan diikuti berdasarkan petunjuk Naluri. Dalam diri kita ada Nurani yang menyadarkan diri kita terus-menerus dari waktu ke waktu untuk menyadari bahwa SANG PENCIPTA memberi kepada kita kebebasan dan berbagai pembatas untuk mengawaskan kita supaya menyadari keterbatasan kita dan tetap bergantung dan bersyukur pada DIRI PENCIPTA yang menghantar kita kepada keselamatan baik di dunia ini maupun di akhirat.

Pembatas. Empat unsur dalam diri kita, Nafsu + Nalar + Naluri + Nurani yang dihadiahkan TUHAN kepada kita justru untuk memahami arti dan tujuan pembatas-pembatas yang ada dalam diri kita dan sekitar kita. (4N, Kwadran Bele, 2011). Mengabaikan pembatas sama dengan mengabaikan kehendak SANG PENCIPTA dan akibatnya ditanggung oleh kita sendiri, celaka menimpa. Bahwa tubuh kita berbentuk seperti ini dan itu harus dimengerti dan diterima sebagai pembatas. Berlaku di luar postur tubuh kita termasuk contoh pengabaian terhadap pembatas yang ada.

Pembatas. Kita manusia seharusnya bersyukur kepada TUHAN karena begitu banyak pembatas yang ditempatkan bagi kita sehingga hidup kita menjadi aman dan tenteram menuju ketenteraman abadi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *