Orang Kota

Orang Kota. Orang yang tinggal di kota menamakan diri Orang Kota. Berbagai kemudahan ada di kota. Ini yang menyebabkan orang suka tinggal di kota dan menjadi Orang Kota. Satu hal yang khas dari Orang Kota ialah suka menghitung. Hidup penuh perhitungan. Hitung waktu, hitung uang, hitung jasa, hitung jarak, hitung untung, hitung rugi sampai hitung detak jantung. Air dihitung pakai meteran. Listrik dihitung pakai pulsa.  Salah hitung, hidup susah. Hidup itu  jadinya hitungan dari saat ke saat, siang malam hitung terus sampai terkadang tidak tahu hitung lagi apa yang mau dihitung. Itulah Orang Kota.

Orang Kota. Saya yang dari kecil sampai umur belasan tahun tinggal di desa, sekarang tinggal di kota jadi Orang Kota. Ternyata, kita manusia ini, tinggal di kota jadi Orang Kota, tidak ada bedanya dengan orang yang tinggal di kampung, di desa, yang dijuluki orang kampung, orang desa.

Orang Kota. NAFSU yang dimiliki Orang Kota ternyata ditantang begitu hebat oleh tawaran begitu banyak untuk dipuaskan. NALAR Orang Kota dijejali dengan berbagai pengetahuan dan pengalaman sampai ketimbunan hal baru dan tidak heran kalau begitu banyak Orang Kota hidup dalam kebingunan. NALURI Orang Kota begitu digosok dan digesek dengan padatnya manusia yang hidup berhimpitan sampai rasa menjadi tebal dan kebal terhadap jeritan sesama di sampingnya dan dianggap hal biasa bahwa seorang yang lain mengunyah hamburger dan yang lain mengorek kerak nasi. NURANI Orang Kota sudah membatu dengan ceramah agama dan dendang lagu ibadah indah sehingga TUHAN begitu jauh sampai mulai bertanya TUHAN itu ada atau tidak. Empat unsur dalam diri manusia yang namanya Orang Kota, NAFSU + NALAR + NALURI + NURANI sudah berfungsi jauh ngelantur dari yang seharusnya sehingga manusia tidak kenal lagi siapa sesamanya karena semua manusia itu dilihat dari segi hitung-menghitung sesuai ukuran yang diciptakan oleh Orang Kota. Manusia jadi sebatas angka. (4N, Kwadran Bele, 2011).

Orang Kota. Bangga jadi Orang Kota? Boleh. Sejauh tidak melihat sesama dengan hitungan angka. Apalagi kalau melihat TUHAN hanya sebatas angka rupiah yang disisipkan di celah tutupan kotak derma. Jadilah Orang Kota yang lihat sesama sebagai sesama dan imani TUHAN sebagai PENGUASA alam semesta. Itu baru namanya Orang Kota.

 

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *