Dekat. Pepo, cucu saya sangat dekat dengan saya, Opa-nya. Saya sedang sibuk kirim dan terima pesan lewat wa (AhatsApp) di hp (hand-phone) saya. Pepo minta. Dengan berat hati saya kasih hp ke Pepo yang baru empat tahun, sekolah TK. Pikiran saya menerawang jauh. Kalau seandainya seorang anak tetangga atau keluarga dekat yang minta pinjam hp saya karena menganggap saya sebagai seorang Opa yang ramah, maka dengan senang hati akan saya berikan hp itu tanpa banyak pikir.
Sekarang kembali ke Pepo. Dia paling dekat dengan saya, secara fisik dan psikis, hibur saya, sering juga ganggu saya. Tapi kalau dia jauh bersama mamanya, saya merasa kehilangan. Maunya Pepo dekat terus. Kalau pagi-pagi Pepo ke sekolah, saya kehilangan sepanjang siang. Kalau pulang, saya jadi girang, penuh gairah untuk hidup, lupa sudah lansia, umur 76 tahun. Itulah Pepo dan Opa-nya, Anton. Kami dua sangat, sangat dekat.
Dekat. Lawannya, jauh.
NAFSU dikenal dan mengenal begitu menggebu-gebu sehingga sering kita lupa waktu. Main hp berjam-jam. Orang-orang dekat diabaikan. Kontak dengan orang-orang jauh di benua lain diutamakan.
NALAR begitu cerah membayangkan kota Roma, kota Amsterdam yang pernah saya kunjungi semasa masih muda. Lupa dan abai untuk duduk berdekatan dengan Isteri, Anak – Cucu. Merasa harus dan hebat kontak dengan orang-orang di Jakarta dan Makassar.
NALURI ada bersama itu menjadi lain, sayang yang jauh, asing dengan yang dekat. Aneh, cari popularitas dari orang jauh sementara orang dekat tidak digubris.
NURANI sering ditipu dengan sembahyang agungkan TUHAN, sementara diri tidak ambil pusing dengan Isteri yang sedang pusing pikir uang untuk beli beras. Inilah galau dalam hidup.
Empat unsur dalam diri kita, NAFSU + NALAR + NALURI + NURANI ada untuk membuat diri kita sadar, yang dekat yah dekat, yang jauh yah jauh. (4N, Kwadran Bele, 2011).
Dekat. Memperhatikan yang jauh tidak boleh digeser dengan mengabaikan yang dekat. Harus seimbang. Yang dekat tetap disayangi sambil tidak melupakan yang jauh. Jangan kita girang di jauh dan garang di dekat. Saya tidak kenyang dengan pizza di Milano dan buang jagung di Kupang. Jagung itu dekat. Pizza itu jauh. Dua-duanya ada. Hidup dengan yang dekat bukan dengan yang jauh.
Dekat yah dekat. Jauh yah jauh. Ternyata, TUHAN, PENCIPTA kita itu dekat, malah satu dengan diri saya, anda, dia, kita. Dekap DIA, dalam doa dan ibadah. DIA balik mendekap kita. Saya, anda, dia, kita saling mendekap, karena kita itu dekat, malah satu.