Hati bersih. Lawannya hati kotor. Tiap manusia menyadari hatinya bersih atau kotor. Bersih seluruhnya, tidak mungkin. Kotor seluruhnya, juga tidak mungkin. Yang pasti, selama manusia hidup di dunia ini, hatinya pasti kotor. Lalu kapan bersihnya? Bersih itu sesaat sewaktu dibersihkan lalu kotor lagi. Jadi pada dasarnya hati manusia itu kotor? Tidak. Pada dasarnya hati manusia itu bersih. Lalu bagaimana sampai jadi kotor sehingga harus terus dibersihkan?
Manusia ada empat unsur dalam dirinya, NAFSU + NALAR + NALURI + NURANI. (4N, Kwadran Bele, 2011). Empat unsur ini diberikan oleh Sang Pencipta, TUHAN,dari awal kehidupan setiap manusia. Kalau ada orang yang tidak percaya tentang pemberian TUHAN ini, maka dipersilahkan untuk berhenti membaca sampai di sini saja karena uraian filsafat seterusnya bertitik tolak dari adanya empat unsur, hadiah TUHAN ini yang diberikan kepada setiap manusia. Saya sebagai penulis artikel ini, mempunyai pendapat dan pendirian tak tergoyahkan tentang empat unsur hadiah TUHAN ini sebagai dasar penilaian kepribadian kita manusia.
Hati bersih itu karena dibersihkan. NAFSU kita selalu ingin penuhi segala kebutuhan yang kita mau. Ini baik dan wajar. NALAR ikut mengolah keinginan NAFSU. Sementara itu NALURI kita sadarkan diri kita untuk hargai keberadaan sesama. NURANI kita siap awaskan untuk penuhi keinginan NAFSU sesuai pertimbangan NALAR dan kepentingan sesama yang diingatkan oleh NALURI, secara baik dan benar. Sebab TUHAN Yang menciptakan kita ini Sumber Kebaikan dan Kebenaran. Semua tindakan kita harus baik dan benar.
NAFSU yang berlebihan, NALAR yang menyimpang, NALURI yang bingung, NURANI yang kabur membuat hati kita yang bersih jadi kotor. Tidak baik lagi dan tidak benar lagi. Akibatnya, marah, iri, dengki, takabur, terjadi sebagai penampilan hati yang tidak bersih.
Sebaliknya hati yang bersih akan tergambar pada wajah yang bugar, otak yang segar, langkah yang tegar dan bathin yang binar.
Bayangkan kalau kita semua manusia ini punya hati bersih.