Saling mendoakan. Kita manusia saling mendoakan. Kalimat ini sering diungkapkan dan dilakukan. Tapi juga sering diabaikan. Manusia sebagai pribadi dan kelompok sangat sering saling mendoakan. Saling mendoakan ini tidak bisa dibatasi dengan tempat dan waktu.
Tinggal pertanyaan, doa kepada siapa? Tiap-tiap orang berdoa sesuai agama dan kepercayaannya. Ini yang sering terdengar dalam ungkapan harian. Agama? Kepercayaan? Agama itu tata ajaran dan aturan yang dianut sekelompok orang. Kepercayaan itu ada dalam diri setiap orang, tidak terbatas lagi pada agama. Kepercayaan lebih umum. Tanpa lewat jalur agama pun orang percaya dan ungkapkan kepercayaannya. Keduanya, agama dan kepercayaan. Agama, dari mana, dari siapa? Kepercayaan, kepada siapa?
Saling mendoakan. Itu oleh sesama untuk sesama dan arahnya kepada yang sama dan satu, TUHAN. Saling mendoakan ini berawal dari Nafsu yang ada dalam diri manusia untuk menikmati hal yang baik dan menyenangkan dalam hidup. Nalar dalam diri manusia bergulat untuk menemukan pengetahuan dan pengalaman yang bisa dimanfaatkan untuk mencapai keberhasilan itu. Naluri langsung bekerja untuk menemukan dan membagikan hal yang baik itu kepada sesama. Hasilnya, sama-sama menikmati kenyamanan dalam hidup bersama. Nurani memuji si pendoa bahwa doanya dikabulkan oleh Sang Pemilik segala sesuatu, TUHAN. (4 N, Kwadran Bele, 2011).
Saling mendoakan itu kewajiban. Tidak saling mendoakan, kelalaian. Saling mendoakan mendorong setiap manusia berbuat baik terhadap sesama. Tidak masuk akal kalau saling mendoakan berbarengan dengan saling menciderai. Mulai dari dalam keluarga, setiap anggota keluarga saling mendoakan. Bukan sesewaktu, tetapi setiap saat.
Saling mendoakan itu harus menjadi bunyi di bibir setiap mulut. Saling mendoakan itu menjadi denyut nadi setiap insan. Kalau ini yang terjadi, yang seharusnya terjadi, maka kita manusia akan tumbuh hijau subur seperti rerumputan di padang yang menghijau, tumbuh tanpa saling menindih.
Saling mendoakan. Pekerjaan yang satu ini tidak membutuhkan tenaga luar biasa. Hanya dibutuhkan kesadaran dan kehendak. Dan itulah yang dikehendaki oleh TUHAN, PENCIPTA kita.