Biasa kita tanya, siapa, kalau kita belum kenal orangnya. Siapa, tanya orang. Apa, tanya barang. Ini apa, siapa punya? Dua pertanyaan, apa tentang barang dan siapa tentang orang.
Siapa ditujukan kepada orang, tentang fisik, menyangkut bidang NAFSU, tentang pengetahuan menyangkut NALAR, tentang pergaulan menyangkut NALURI, tentang perasaan menyangkut NURANI. Siapa mau dikenal bidang apanya? Dia kaya, miskin? Ini bidang NAFSU.
Dia pintar, bodoh? Ini bidang NALAR. Dia peramah atau pemarah? Ini bidang NALURI. Dia baik atau jahat? Ini bidang NURANI. Pertanyaan ‘siapa’ itu bukan hanya tentang nama saja, asal usul saja atau kepintaran saja. Kenal siapa kenal orangnya, kenal dirinya malah pribadinya, dan pribadi itulah yang terdiri dari empat unsur yang saya namakan, ‘4 N’ : NAFSU + NALAR + NALURI + NURANI (Kwadran Bele, 2011).
Siapa itu kita kenal hanya kekayaannya, kekuasaannya, itu kita hanya kenal bidang NAFSU saja. Nanti kita dengan dia akan bertemu dan bertransaksi di bidang NAFSU melulu, omong harta dan kuasa saja. Perkenalan dengan ‘siapa’ ini tidak bertahan lama, karena harta ludes, perkenalan putus, kuasa usai, hubungan selesai.
Kalau siapa itu dikenal hanya melalui kepintaran, ketrampilan, ini masuk bidang NALAR. Ini akibatnya bisa dua: kita bertemu dengan orang yang angkuh, pamer kepintaran, atau orang yang rendah hati, suka berbagi ilmu dan pengalaman. Kalau kita berkenalan dengan orang atas dasar NALURI saja, bisa terjadi kita sedang berkawan dengan orang yang sifat sosialnya tinggi, suka tolong orang lain.
Ini bisa dua kemungkinan, karena dasarnya orang ini benar-benar suka menolong, atau seseorang yang sedang cari popularitas murahan, bagi harta, murah senyum demi cari pengaruh. Kalau kita kenal siapa itu orangnya yang sangat santun, rajin beribadah, berarti seorang yang kita kenal ini ternyata ada di bidang NURANI.
Orang ini yang kita tanya dulu, cari kenal, siapa dia, ternyata orang yang sangat kuat NURANI-nya. Ini bisa ada dua kemungkinan, NURANI-nya benar-benar halus dan tulus, bisa juga seorang yang pura-pura suci, alim di permukaan culas di dalam hati.
Siapa itu dikenal harus utuh, 4 N. Kita yang mau kenal siapa itu harus punya 4 N yang wajar, seimbang. Pergaulan antara kita manusia ini dengan sesama manusia menjadi lemah, pincang, kacau, karena berkenalan dan bergaul secara tidak utuh 4 N.
Keutuhan 4 N inilah yang menjadikan kita manusia itu pribadi-pribadi yang sungguh-sungguh manusiawi berhadapan dengan YANG ILAHI. SIAPA YANG ILAHI itu? Dari DIA kita datang, kepada DIA kita pulang. DIA itulah yang berikan kita manusia ini secara cuma-cuma 4 N untuk kita kembangkan, gunakan dan arahkan kepada DIRI-NYA.