Korupsi dari Sudut Filsafat

 

Kata korupsi sudah sangat biasa di Indonesia ini sehingga banyak orang tidak lagi ambil pusing tentang arti dan asal-usul kata ini. Anak SD pun mengerti korupsi itu gelapkan uang pemerintah dan kalau ditangkap, masuk penjara.

Dari sudut filsafat, korupsi dipelajari secara mendalam, maka secara sederhana dimengerti sebagai tindakan manusia tertentu yang menyalah-gunakan wewenangnya untuk memakai uang atau barang milik orang lain untuk memperkaya diri.

Kata korupsi ini berasal dari kata bahasa Latin, ‘rumpere’, artinya: memecahkan, merusakkan, mendobrak. Pemecahan, perusakan, pendobrakan, ‘ruptio’. Pemecah, perusak, pendobrak, manusianya disebut ‘ruptor’. Itu kalau seorang diri.

Kalau bersama orang lain, maka kata Latin, menambah, ‘co-‘ sehingga kata itu menjadi ‘corrumpere’ artinya: memecahkan, merusakkan atau mendobrak secara bersama-sama.  Tindakan itu sendiri disebut ‘corruptio’ (Th. Verhoeven, ‘Kamus Latin-Indonesia, Nusa Indah, Ende, 1969).

Dari sudut filsafat saya memakai cara ini, penelusuran berdasarkan ‘Kwadran Bele, 2011, 4 N: NAFSU + NALAR + NALURI + NURANI.  Orang atau orang-orang yang mempunyai NAFSU memiliki uang, hal biasa dan baik. Itu haknya, hak mereka. Tapi NAFSU memiliki uang atau barang yang bukan haknya, pasti tidak bisa diterima oleh siapa pun.

Kalau sudah ada dorongan NAFSU untuk menguasai milik orang lain, di luar haknya, misalnya kontraktor bangun jembatan umum dengan anggaran 100 juta dan haknya sebagai keuntungan, 10 %, berarti dapat uang 10 juta tetapi karena NAFSU begitu besar maka dia cubit 5 juta lagi sehingga menjadi 15 juta, maka inilah yang disebut korupsi, ambil hak masyarakat dan pemerintah, 5 juta di luar haknya.

Untuk korupsi 5 juta ini, kontraktor itu ‘main otak’, sampai uang 5 juta masuk ke kantongnya tanpa diketahui oleh pemilik anggaran, masyarakat dan pemerintah. ‘Main otak’ inilah masuk karya NALAR.

Dalam kasus korupsi, biasanya beberapa orang sama-sama ‘main otak’ dan semua dapat bahagian. NALAR dari orang-orang ini sudah rusak, dan merusak secara bersama-sama tanpa merasa bahwa tindakan itu sama saja dengan mencuri.

Bayangkan, jembatan yang harus dibangun dengan anggaran sekian, karena sudah dicuri maka campuran semen dibuat kurang kuat, besi yang dipakai dari mutu yang kurang, akibatnya jembatan yang seharusnya bertahan misalnya 40 tahun, baru dipakai 20 tahun, sudah rusak. Ini merugikan sesama pemakai jembatan, masyarakat dan pemerintah.

NALURI orang-orang ini sudah tumpul, masyarakat dirugikan atau tidak, tidak diperhitungkan. Ada kontraktor yang mendapat keuntungan cukup besar, dan pada acara ‘amal’, orang lain yang hadir menyumbangkan seratus ribu rupiah, dia dengan bangganya menyumbangkan satu juta.

Semua yang hadir berdecak kagum atas kemurah-hatian sang kontraktor. NURANI orang ini sengaja diberangus oleh dirinya sendiri sambil menghibur diri, yang penting saya dapat nama.

Uang halal atau tidak, bukan urusan mereka. Saya dan kawan-kawan sendiri saja yang tahu, apalagi TUHAN, itu urusan rohani. Proyek yah proyek, TUHAN tidak ada urusan. Ini menandakan NURANI orang-orang ini sudah buta.

Jadi ‘korupsi’ itu pembungkaman bisikan NAFSU + NALAR + NALURI + NURANI. Segala bisikan yang baik dan benar dari empat unsur dalam diri manusia ini tidak diindahkan.

Yah, wajar kalau Negara memberikan kesempatan orang-orang ini untuk memurnikan bisikan empat unsur ini selama beberapa waktu di penjara. Sayang, jangan sampai hal ini terjadi lagi. Negara kita harus bebas dari korupsi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *