Kita berarti saya dan orang lain, paling kurang dua orang, dan bergabung menjadi kita. Kita dua ini harus hidup lebih baik dari kemarin. Kita dua sebagai suami isteri, sudah hidup bersama lebih dari tiga puluh tahun. Kita dua urus diri. Kita dua dengan kita punya anak-anak, tiga orang, cari hidup. Gaji kita harus hemat untuk makan sehari-hari. Pakaian seadanya. Rumah kita ini masih baik. Ungkapan ini adalah ungkapan ‘kita’ dari segi NAFSU. Urusan benda, kebutuhan fisik. Sandang, pangan, papan. Kita dua sudah tua, yang penting anak-anak semua sudah tamat perguruan tinggi dan mereka bisa hiup sendiri. Ini urusan NALAR. Kita punya anak-anak ini belum ada yang mau kawin. Kita dua sudah saatnya untuk gendong cucu. Ini urusan NALURI, mau ada orang lain lagi yang memperbesar jumlah kita. Kita ini terdiri dari saya, saya, dan saya yang begitu erat bersatu dan bersama penuhi kebutuhan (NAFSU) dengan berpikir siang malam (NALAR) sambil bekerja sama dengan orang lain (NALURI) dengan cara yang halal dan jujur (NURANI). Inilah kita dari segi filsafat ‘Kwadran Bele’ 4 N.
Kita jangan sibuk dengan urusan orang lain. Makan cukup tidak cukup, kita punya urusan, tidak ganggu orang lain. (NAFSU). Kita harus tiru tetangga kita itu, mereka tanam sayur dalam polybag. Kita harus belajar. (NALAR). Kita harus hidup baik dengan orang lain supaya kalau kita kena susah, ada orang yang tolong kita (NALURI). Kita hidup tidak rampas orang lain punya hak, kita dengn kita punya, orang punya yah orang punya. (NURANI).
Kita ke dalam hidup rukun. Kita tidak boleh cekcok karena uang dan utang. Ke luar kita tetap jaga diri, tidak iri dengan orang lain karena orang laih lebih dari kita (NAFSU). Kita tidak boleh anggap orang lain itu bodoh. Mereka juga ada pendirian dan hargai pendirian mereka (NALAR). Kita tetap jaga hubungan baik antara kita dan jaga terus hubungan baik dengan orang lain (NALURI). Kita ini mau hidup berapa lama, di dunia ini hanya sementara (NURANI).
Kita ada bersama orang lain. Urusan kemasyarakatan kita ke dalam bersama-sama jaga agar tidak menjadi batu sandungan untuk orang lain. Dalam urusan pengetahuan dan pengalaman, kita jangan kikir untuk berbagai pengetahuan. Kita hidup jangan kikir. Kita hidup jangan lupa TUHAN. Kita ada ini untuk saling mengingatkan bahwa ada sesama dan ada TUHAN. Bersama sesama kita hidup, bersama sesama menyembah Sang Khalik.