Kami harus pindah dari tempat ini. Tanah tidak subur lagi. Tanam apa-apa susah, tidak berhasil. Musim tidak menentu. Bagaimana dengan kamu? Tetap tinggal di sini? Ini adalah urusan nasib berkaitan dengan makanan. Kebutuhan hidup jasmani (NAFSU). Kami sudah pakai bermacam cara, pacul tanah, pakai pupuk, tidak berhasil. (NALAR). Ada bantuan dari Pemerintah, ada pihak LSM juga yang datang beri pendampingan kepada kami. Tanah tidak subur tambah hujan juga tidak turun. Usaha kami sia-sia. Urusan kebersamaan. (NALURI). Kami berdoa supaya hujan turun, tapi tetap saja sering gagal tanam, gagal tumbuh, gagal panen. Gagal semua. Tuhan tidak dengar kami punya doa. (NURANI).
Kami adalah kesatuan manusia yang sama-sama memandang ke luar. Kami di sini, kamu di sana. Jangan ganggu kami. Kami mau aman. Pertahanan ke dalam sangat kuat. Selama kami ada dan kami bisa atur diri, kamu jangan campur tangan. Kami, kami. Kamu, kamu. Suka memisahkan diri. Kami dari dulu begini, mau apa? Tidak mau berubah. Menutup diri. Kami punya adat begini. Kamu yang dari luar jangan coba-coba bawa kamu punya kebiasaan ke sini. Merasa diri lebih dan sudah lengkap, tidak perlu lagi ada pengaruh dari luar. Kami cenderung menjadi kelompok yang tertutup dan mudah tersulut emosi yang terkadang tidak masuk akal. Terkadang ada kesalahan dalam perbuatan yang sungguh salah dan memalukan, sama-sama setuju membasmih kelompok lain, genosida. Ini persekongkolan jahat dari kelompok yang menamakan diri kami. Kami bisa baik, bisa jahat. Kami bisa jadi momok bagi kelompok di luar kami.
Kami ini berkumpul dan bersatu karena satu asal, satu nasib dan satu tujuan. Ini unsur pemersatu kami. Asal-usul dilupakan, pecahlah kesatuan kami. Nasib sial terus, berpisah, masing-masing cari untung, kami hilang, tinggal kenangan. Yang sial sama sial berkumpul, jadilah kelompok kami kelompok sial. Yang mujur sama mujur berkumpul, jadilah kelompok kami yang sering menjadi kelompok kami yang egois, sukuis dan sadis, tolak keberadaan kami-kami yang ada dekat dan berdampingan dengan diri mereka. Kami menjadi kelompok eksklusif yang curiga pada kelopmpok lain.
Kami ini sebenarnya ada untuk hal yang baik, aman dan bahagia. Keberadaan kami yang mempunyai NAFSU kebendaan tidak terkendali, NALAR yang waras tidak dipakai, NALURI bertahan atas dasar keangkuhan, NURANI tumpul tanpa memperhatikan nasib sesama dan tidak mematuhi Kehendak dari SANG PENCIPTA, kami seperti ini menjadi kelompok malapetaka untuk masyarakat. Kami yang ideal adalah kami yang menjadi penolong orang lain dengan berbagi pengalaman dan kekayaan sambil melihat bahwa orang lain itu sama-sama dari TUHAN menuju TUHAN.