Jalan dari Sudut Filsafat

 

Jalan ini dari mana ke mana? Ini benda. Ini mau jalan ke mana? Ini kegiatan. Hidup manusia erat kaitannya dengan jalan. Di dalam rumah sendiri pun ada jalan. Dari ruangan ke ruangan, ada jalan. Bergerak dari ruangan ke ruangan, jalan. Jalan juga berarti cara. Untuk atasi masalah ini kita harus cari jalan sama-sama. Ini cara, upaya. Jalan juga artinya niat. Memang kamu sudah salah jalan. Jalan juga menyangkut perilaku. Maaf, jalan yang saya ikuti tidak benar. Pagi ini saya mau jalan keliling kompleks perumahan, cari keringat. Ini NAFSU, keinginan, menapaki jalan, menggerakkan badan, cari sehat. Saya harus cari jalan yang tepat untuk mendapat hasil yang tepat. Matematika. Ini NALAR.

Untuk menaikkan taraf hidup masyarakat ini harus ada jalan ke luar. Ini NALURI. Memang sampai sekarang engkau susah terus karena jalan yang kau tempuh, salah. Ini NURANI. Jadi jalan dilihat dari benda yang dilalui masuk ranah NAFSU. Jalan dilihat dari rumusan matematik, jalan berpikir, NALAR. Jalan dilihat dari upaya kemasyarakatan, NALURI. Jalan dari arah hidup seseorang, NURANI. Ini secara sederhana berfilsafat tentang ‘jalan’ memakai rumus ‘Kwadran Bele 2011’, 4 N: NAFSU + NALAR+ NALURI + NURANI.

Hidup itu jalan. Jalan itu hidup. Ada gerak jalan, ada jalan gerak, memulai satu upaya untuk melaksanakan sesuatu. Jalan itu arah. Jalan dari atau menuju. Jalan itu bukan tujuan, tapi arah ke tujuan itu. Jalan hanya menghantar. Berhenti di jalan, hanya sementara. Hanya orang gila yang tinggal di jalan. Hanya orang aneh yang berkeliaran di jalan tanpa arah, dan dijuluki orang jalanan. Jalan ada kecil, ada besar. Yang kecil disebut lorong, yang besar disebut jalan raya.

Ada jalan potong, pintas. Ada jalan bengkok, berliku-liku, ada jalan lurus. Ada jalan mulus ada jalan berkelikir. Ada jalan kotor ada jalan bersih. Ada jalan benar ada jalan salah. Ada jalan-jalan, santai, ada jalan sungguh-sungguh. Ada jalan tertatih-tatih ada jalan tegap. Ada jalan cepat, ada jalan lambat. Ada jalan maju, ada jalan mundur.

Ada saatnya jalan, ada saatnya berhenti. Manusia di jalan saja, liar. Manusia tidak jalan, di rumah saja, malas. Banyak berjalan, banyak pengalaman. Jalan jadi milik, ini saya punya jalan, kami punya jalan, bukan kamu punya. Buka jalan, tutup jalan. Jalan umum, jalan khusus. Jalan masuk, jalan ke luar. Manusia menyatu dengan jalan, ini jalan saya yang buat, saya biasa ikut jalan ini.

Dari segi NAFSU, jalan itu kegiatan manusia mengupayakan hidup. Jalan yang dibuat, entah kasar atau mulus, milik umum atau pribadi, masuk ranah NAFSU manusia, hasil jerih lelah. Jalan tegap atau tertatih-tatih, adalah pancaran NAFSU untuk bergerak dalam memenuhi keinginan badani. Ini NAFSU. Memeras otak, mencari jalan, ini karya NALAR. Mencari jalan menyelamatkan kelompok pendaki gunung yang tersesat di jalan, masuk ranah NALURI. Kasih ibu sepanjang jalan, kasih anak sepanjang galah. Ini ukuran NALURI.

Tunjuk jalan untuk berhenti jalan ke tempat maksiat, ini masuk wilayah NURANI. Jalan harus dijadikan bahagian hidup manusia berdasarkan garis 4N, secara terpadu, terarah, terukur dan terpuji. Mencari jalan rupa-rupa untuk mencuri uang rakyat, tidak terpuji, jalan yang hina. Cari jalan yang halal untuk dapat uang, ini jalan yang terpuji, bermartabat.

Orang-orang Kristen akrab dengan kutipan dalam Alkitab, Yesus berkata kepada Rasulnya, Tomas, “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup” (Yoh 14:6). Ini menyangkut gerak NURANI, meliputi NAFSU, NALAR dan NALURI. Keempatnya terpadu jadi satu dalam jalan hidup manusia dari hidup jasmani ke hidup ilahi, dari hidup fana ke hidup baka.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *