Filsafat Yunani

 

Orang Yunani itu pintar sekali. Kalau bicara tentang Filsafat, harus mulai dari Yunani. Ini yang salah dan sama sekali salah. Pendapat ini membuat banyak orang menjauhi filsafat karena pikir harus tahu siapa itu Socrates, Aristoteles dan lain-lain. Yunani itu tempat. Pikiran-pikiran itu dicatat dan tersebar dari sana. Bukan berarti orang Yunani itu palling pintar dan kita semua harus belajar di sana atau dari sana.

Ada Filsafat Tiongkok, ada Filsafat India, Fisafat Barat, Filsafat Timur. Itu menunjuk tempat pikiran orang-orang yang ada di sana dan tertulis lalu tersebar. Jangan ikat diri dengan tempat. Ada Filsafat Kuno, Fisafat Abad Pertengahan, Filsafat Modern. Itu pembahagian menurut waktu. Ada Filsafat Alam, Filsafat Manusia, Filsafat tentang Tuhan. Itu pembahagian menurut tema, tentang apa orang berpikir secara mendalam.

Ada Filsafat Skolastik, Liberalisme, Eksistensialisme, Neo-Liberalisme. Itu aliran. Pendewaan Filsafat berdasarkan tempat, waktu, tema dan aliran ini yang memporak-porandakan pengertian tentang filsafat sehingga hanya orang tertentu saja yang dianggap tahu filsafat dan berfilsafat. Padahal kita semua tahu filsafat dan berfilsafat.

Jujul di atas, Filsafat Yunani mempersempit filsafat. Langsung membuat bulu kuduk berdiri, binatang apa lagi ini. Itu hanya merek, cap. Beras Memberamo, Beras cap Jeruk. Itu merek dan tidak berarti beras lain tidak baik atau bukan beras.

Filsafat diartikan dengan Ilmu memang jadi asing dan menjadikan orang takut. Kalau dikatakan, saya pikir begini, maka orang akan arahkan perhatian, dia pikir apa. Ini filsafat. Pikir.

Kalau makan nasi lalu sementara makan nasi itu pikir tentang kandungan zat-zat yang ada dalam nasi, bagaimana nasi itu terjadi dan bagaimana nasi akan diolah dalam perut, dan pikir dan pikir terus tentang nasi, kapan nikmatnya nasi dinikmati.

Dan kalau nasi diasingkan sekian rupa maka orang enggan makan nasi, sebab rumus dan syaratnya terlalu banyak. Demikian pula dengan filsafat. Terlalu banyak cap dikenakan pada filsafat sampai filsafat menjadi asing dan ganjil.

Filsafat itu proses berpikir dan hasil berpikir. Anak umur tiga tahun. Sudah bisa ungkapkan beberapa kata. Tiba-tiba pada malam hari di depan rumah mereka dia bertanya pada bapaknya, ‘Pak itu bintang. Bisa ambil?’ Itu filsafat.

Bocah ini berpikir. Bapaknya berpikir. Pikiran ini harus dirumuskan dalam kata-kata yang dia kuasai. Harus ada pengalaman, pengetahuan. Harus ada bahasa. Ini semua mata rantai filsafat. Jangan merasa asing dan mengasingkan filsafat. Jangan mendewakan filsafat.

Saya berfilsafat. Itu berarti saya berpikir dan ajak orang lain berpikir. Hasilnya ada pendapat. Pendapat itu salah atau benar. Pendapat saya ini untuk apa saya kemukakan. Kepada siapa saya kemukakan. Kapan harus saya kemukakan. Di mana saya boleh kemukakan. Dalam bahasa apa saya kemukakan.

Ini filsafat. Lepaskan itu pikiran tentang pikiran ini pikiran siapa dan dari mana. Ini membelit diri dengan hal-hal yang tidak perlu. Berpiir yah berpikir. Bekata yah berkata. Cari yang benar, baik dan berguna. Itu filsafat.

Jangan tunggu orang Yunani datang ajar kita. Jangan agung-agungkan orang Barat. Saya berfilsafat. Saya pikir yang benar. Saya bicara yang benar. Ini baru namanya saya manusia yang berpikir, berpendapat dan berbuat benar. Itulah filsafat.

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *