Filsafat itu tidak main-main. Jangan main-main dengan filsafat. Di Kompasiana itu seorang bernama Anton Bele sementara menulis segala macam tentang filsafat. Apa-apa filsafat, apa-apa filsafat. Ini pelecehan tentang filsafat. Nanti orang bilang filsafat itu murahan, gampangan. Padahal filsafat itu ilmu yang paling tinggi, sukar, dalam dan luas. Jadi jangan baca apalagi percaya tentang tulisan-tulisan yang tidak bermutu, bilang filsafat. Filsafat macam apa itu.
Apakah dari Timor di sudut sana bisa muncul pikiran-pikiran yang masuk dalam dunia filsafat?
Di Indonesia secara keseluruhan saja belum ada orang yang berani bicara dan tulis tentang filsafat yang dikutip orang di luar negeri. Jadi cukup, jangan bawa-bawa filsafat ke ruang yang bukan bidangnya untuk bicara filsafat. Kalau penulis dari Timor itu bilang dia berfilsafat, dia dari aliran mana, Plato, Neo-platonisme, Skolastik, Kantianisme, Eksistensialisme, atau, -isme – isme yang mana? Cukup. Berhenti ikuti orang yang tidak tahu filsafat dan ngoceh tentang filsafat.
Filsafat itu sukar. Deretan kalimat-kalimat di atas sangat wajar dan masuk akal karena memang demikianlah anggapan banyak orang tentang filsafat sampai sekarang ini. Hanya menurut saya, pandangan macam itu masuk akal yang kurang akal. Pakailah akal sehat untuk bicara filsafat, jangan pakai akal yang bakal gagal cerna filsafat. Ini namanya bela diri.
Yah, supaya jelas dengan apa yang dimaksud dengan filsafat dalam arti yang sebenarnya. Filsafat itu kalau mau dipakai terus kata ‘Filsafat’ ini, artinya ‘cinta kebijaksanaan’ dan istilah ini sudah muncul di Yunani lima ratus tahun sebelum Masehi atau sekitar 2.500 tahun lalu.
Ha, kebijaksanaan itu muncul dari sana? Kapan sampai ke kita di Indonesia ini, kapan bisa sampai ke Timor, ke Papua, ke Samoa? Jangan sampai kebijaksanaan itu terdampar hanya di India dan Tiongkok. Di Eropa lebih tersebar dan mengakar, jadi mau tahu fisafat harus ke Eropa, lalu Amerika. Pikiran semacam inilah yang membelit diri dengan arti dan makna fisafat yang sesungguhnya. Kalau kebijaksanaan itu terbendung di perpustakaan-perpustakaan, di universitas-universitas dan di dalam batok botak yang lupa makan dan tidur sampai omong pun terbatuk-batuk karena kelebihan kebijaksanaan, maka memang ada harus filsafat itu barang antik.
Filsafat itu ‘cinta kebijaksanaan’ maka semua manusia itu diciptakan oleh Pencipta untuk cinta dan hidup dari kebijaksanaan. NAFSU dalam diri manusia itu mendorong untuk makan pakai mulut. Ini bijaksana. Manusia punya NAFSU yang mendorong dirinya untuk makan, cari aman, cari hidup. Ini kebijaksanaan. NALAR manusia langsung tunjuk di mana bisa dapat makanan, di mana tempat yang aman. Ini bijaksana.
NALURI manusia ajak manusia untuk berteman, beristeri, bersuami, berketurunan. Ini bijaksana. NURANI manusia menuntun manusia untuk berpikir yang bijak, berkata yang bijak, berbuat yang bijak. Ini yang namanya kebijaksanaan, mau apa lagi? Untuk cinta yang namanya kebijaksanaan itu apakah harus sekolah di universitas ternama di Roma, Paris, London? Tidak.
Di sudut mana pun di dunia ini manusiaa berfilsafat. Itu ditulis atau tidak, bukan soal. Namanya dikenal atau tidak bukan soal. Pikirannya dikutip atau tidak bukan soal. Kebijaksanaan tetap kebijaksanaan yang melekat dalam tiap manusia atas perpaduan NAFSU + NALAR + NALURI + NURANI (4N, Kwadran Bele, 2011). Tidak ada satu orang pun, satu bangsa pun yang memonopoli kebijaksanaan. Kebijaksanaan itu milik umat manusia. Jadi kita semua bisa dan harus berfilsafat. Semua tulisan di Kompasiana, sejauh masuk akal, bijak, itu Filsafat biarpun tidak jelas-jelas dinyatakan ‘Ini Filsafat’.
Sumber KEBIJAKSANAAN itu DIA YANG MAHABIJAKSANA, DIA tidak kikir untuk bagi-bagi kebijakasanaan itu untuk dicerna dan dihayati oleh siapa pun di mana pun dan kapan pun, namanya Manusia, dia itu bijaksana dan harus pakai kebijaksanaan dan cinta kebijaksanaan itu. Itulah Filsafat.