Desa dari Sudut Filsafat

 

Desa itu tempat, kesatuan kelompok, suku, budaya, ekonomi, politik, agama. Desa lain dari kelurahan. Desa itu orangnya saling kenal, akrab, hidup saling tolong menolong. Desa dipertentangkan dengan kota. Desa dianggap kolot, kota dianggap modern. Suasana desa itu sepi, tidak hiruk pikuk, susah sama susah, senang sama senang.

Ada pesta, tidak ada undangan. Dari mulut ke mulut, langsung orang berdatangan, tidak ada tamu, semua merasakan sebagai tuan rumah. Saat makan, semua makan, sama-sama, tidak ada perbedaan. Wilayah desa sama luas dengan kebun-kebun orang desa itu. Batas kebun sampai di mana, batas desa sampai ke situ.

Penduduk desa bertambah, hanya oleh kelahiran. Jarang ada pertambahan penduduk karena perpindahan. Kalau ada orang baru yang datang, pasti dia ada hubungan keluarga dengan warga desa, dan kalau mau menetap, harus ada kaitan dengan warga desa, tidak mungkin ada orang baru tetap baru dan terasing dari kekerabatan desa. Di desa semua orang sedesa itu bersatu dalam mencari nafkah, bertani dan beternak, mendirikan rumah.

Inilah aspek NAFSU dari desa sebagai himpunan manusia-manusia yang tidak sekedar tinggal, tapi merasa senasib sepenanggungan. Kearifan lokal di desa itu merupakan NALAR desa yang terkadang membeku dan bertahan sulit menerima perkembangan. NALURI orang-orang desa itu halus, langsung merasakan susah dengan yang susah, senang dengan yang senang.

NURANI orang desa itu langsung tergerak melawan kejahatan, mengucil pengacau, mengutamakan ketenteraman, keadilan dan  kedamaian. Empat faktor kepribadian manusia secara pribadi menyatu menjadi satu pribadi besar, namanya ‘orang desa’ dengan ciri khas masing-masing desa. Kekhasan desa ini berakar pada unsur NAFSU + NALAR + NALURI + NURANI (4N) yang terpancar dalam hidup sehari-hari atas dasar kedekatan fisik (NAFSU), kesamaan kesepakatan (NALAR), keterkaitan darah (NALURI) dan kedalaman iman (NURANI). (4N, Kwadran Bele, 2011). Sulit sekali orang desa meninggalkan desanya. Biar merantau bertahun-tahun tetap ada kerinduan pulang ke desa.

Desa bukan hanya kesatuan wilayah, tetapi kekhasan wajah. Di desa ada hati manusia. Desa bertahan hidup bukan karena kolot, tetapi karena 4N itu terpateri  dengan tanah, kebun, sumur dan sungai yang ada di desa. Orang desa hidup dan mati di desa itu. Tidak heran kalau seorang yang mengungsi ke kota, meninggalkan wasiat untuk jenazahnya dibawa kembali ke desa dan jasadnya tetap menyatu dengan tanah desanya. Desa itu suci. Tidak rela dinodai dengan dosa egoisme kota. Keangkuhan manusia modern diharamkan di desa. Desa itu murni. Kalau ada warga yang suka putar balik, langsung diketahui dan terkucil dari pergaulan. Mengapa dunia ini tidak jadi satu desa besar?

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *