Arif bijaksana. Setiap manusia itu arif, setiap manusia itu bijaksana. Bahwa kadang-kadang berpikir bodoh, berkata bodoh, berbuat bodoh, itu satu kelalaian, bukan pada dasarnya manusia itu bodoh.
Pada dasarnya manusia itu dari kodratnya arif. Manusia sudah dilengkapi dari kodratnya oleh Pencipta, kearifan, ini masuk dalam unsur NALAR, bahagian tak terpisahkan dari tiga unsur yang lain, NAFSU, NALURI, NURANI (Kwadran Bele, 2011, 4 N).
Ada pelecehan, kearifan lokal. Memangnya ada kearifan regional, nasional dan internasional? Kearifan ada tingkat-tingkat semacam itu? Tidak benar. Kearifan yah kearifan, manusia yang arif, dan namanya manusia, entah di hutan, di desa, di kota metropolitan, sama, dia arif sesuai zamannya, sesuai lingkungannya.
Seorang ilmuwan hebat, profesor, yang bisa dikatakan sangat arif, bisa mati di hutan belantara, sedangkan penduduk asli di hutan itu bisa bertahan hidup, karena profesor arif di kota, di laboratorium tapi belum tentu dia arif di hutan.
Orang yang biasa hidup di hutan tahu apa yang harus dimakan, daun-daunan apa, buah-buahan apa, dan dia arif untuk lindungi tubuhnya dari serangan nyamuk dengan lumpur atau lumuran kunyahan dedaunan tertentu.
Ini bukan kearifan hutan, kearifan lokal, tapi kearifan, yah kearifan. Dia biar di hutan, dia arif dan dia hidup. Profesor di hutan kehilangan arifnya dan mati. Ibarat ikan, hidup di air mati di darat.
Jangan banggakan diri arif sambil merendahkan orang lain kurang arif, tidak arif. Manusia arif sesuai pertumbuhan usia, keadaan lingkungan dan kesempatan untuk berkomunikasi dengan orang lain.
Manusia ada dalam dirinya, bahagian yang disebut NAFSU. Dalam Nafsu inilah terletak dorongan untuk hidup dan supaya hidup ada dorongan untuk makan, minum, lindungi diri dengan pakaian dan perumahan. Ini perlu arif. Manusia itu arif dalam membedakan jenis tanaman mana beracun mana tidak beracun dan dapat dimakan. Ini yang namanya arif sesuai Nafsu.
Dalam diri manusia ada Nafsu untuk berketurunan. Biar hidup di hutan sekalipun sebagai ‘manusia hutan’, yang oleh ilmuwan di bidang Anthropologi disebut ‘manusia primitif’, manusia ini ada kearifan dalam menyalurkan Nafsunya untuk kawin, meneruskan keturunan.
Cara mereka kawin, menyalurkan Nafsu seks, ini kearifan yang tidak perlu dipelajari melalui kursus tentang seksologi. Nafsu itu dengan sendirnya terarah secara arif karena sudah ada dalam diri manusia itu ada bahagian yang lain, NALAR.
Dalam bahagian Nalar ini manusia itu arif untuk menimba pengalaman dan pengetahuan. Nafsu mencari makanan diatur oleh Nalar sehingga di hutan dia bertahan hidup, ikan ditangkap di sungai, keladi digali di hutan, burung ditangkap dengan jerat.
Nafsu dan Nalar berpadu menuntun manusia untuk masuk wilayah NALURI di bahagian mana manusia itu disadarkan tentang hak milik, menghargai sesama, melindungi diri dan sesama serta lingkungan di mana dia tinggal.
Lalu manusia itu mengalami hal-hal yang di luar kuasanya, penyakit dan kematian serta gejala alam seperti panas dan dingin, hujan dan kering.
Di sinilah muncul peranan NURANI, ada kesadaran tentang sesuatu, atau pribadi yang lebih kuat dari dirinya dan rasa hormat, sembah sujud muncul dari Nurani yang percaya ada kekuatan-kekuatan gaib yang berasal dari roh-roh baik dan roh-roh jahat. Dan muncul lagi satu kearifan bahwa semua kekuatan gaib itu pasti dikuasai oleh satu Yang MAHA-GAIB.
Ini peranan NURANI dalam diri manusia. Perpaduan NAFSU + NALAR + NALURI + NURANI ini yang membuat manusia itu arif, siapa pun dia, di mana pun dan kapan pun dia ada dan hidup.