Lain. Hidup ini semakin hidup karena ada yang lain. Lain dalam apa saja. Tempat, waktu, keadaan. Tidak pernah kita manusia ini puas dengan yang sama terus. Maunya lain terus. Hari ini lain dari kemarin dan pasti lain dari esok. Tidak pernah hari yang sama terus. Itu mati. Namanya hidup, harus lain terus, dari lain ke lain.
Ini karena kita ada Nafsu yang ingin nikmati yang lain dari yang biasa. Sejauh ingin yang lain itu dalam batas-batas yang wajar, maka Nafsu kita berjalan di jalan yang benar. Kita ada Nalar untuk pikir dan cari yang lain dari yang sekarang. Kita suka pengalaman lain, pengetahuan lain. Ini karya Nalar yang cerdas. Kita ada Naluri untuk bergaul secara lain dan berjumpa dengan orang lain. Sejauh ada yang lain di sekitar kita dalam saling memperkaya penuh rasa persaudaraan, maka yang lain itu jadi kegembiraan bukan kegelisahan. Kita ada Nurani untuk menerima yang lain untuk menambah rasa aman dan damai. Dari aman ke lebih aman. (4N, Kwadran Bele, 2011).
Lain dalam menu makanan. Ini peran Nafsu. Lain dalam pengalaman. Ini peran Nalar. Lain dalam persaudaraan. Ini peran Naluri. Lain dalam damai. Ini peran Nurani. Lain di sini selalu harus dalam arti yang baik, benar dan bagus. Kalau lain dalam arti yang negatif, maka itu yang tidak diizinkan oleh DIA, PENCIPTA kita. Lain dalam mengomsumsi makanan yang lain yang beracun berarti salah dalam Nafsu. Lain dalam mengetahui lalu terlibat hal tipu-menipu, itu peran Nalar yang tidak benar. Lain dalam mencari teman lain yang mencelakakan, pasti itu peran Naluri yang salah arah. Lain dalam arti isi bathin dengan benci dan dendam, itu berarti Nurani sedang kabur. Lain dari sekarang ke arah lain yang lebih baik. Itulah hidup dalam arti yang sebenarnya.
Hidup ini dari lain ke yang lain. Seluruh kita tearah ke hidup yang lain sebagai keberlanjutan dari yang fana ke yang baka.