FILSAFAT KEMIRI

Di tengah kota Kupang yang sering dijuluki kota karang berdirilah satu SMA yang masih baru, milik Serikat Sabda Allah, Societas Verbi Divini, SVD. Sesuai pelindungnya,  SMA ini bernama SMA  Santu Arnoldus Janssen. Sekolah ini dirintis oleh seorang Imam yang kelihatannya angker, suaranya menggelegar namun hatinya lembut, Pater Piet Salu SVD.

Pendidikan itu ibarat pecahkan kemiri. Tidak dipecahkan, tetap utuh tak bermanfaat. Kalau dipecahkan, kulit yang keras terbuka dan terlihat isi yang putih. Terbuka, berguna untuk berbagai keperluan.

Kemiri, buah yang sangat kita kenal. Pohonnya tinggi menjulang di mana saja, di halaman rumah atau di tengah belantara. Buahnya lebat, jatuh, kulit buahnya hancur, biji yang terlindung kulit yang keras tetap melindungi isi yang putih, lembut, harum berminyak.

Kemiri tetap tak berguna kalau kulit bijinya yang keras itu tidak dipecahkan. Pecahkan dengan kekerasan. Kekerasan yang terukur dan penuh kehati-hatian. Karena kalau terlalu keras penuh amarah maka kemiri akan hancur baik kulit maupun isinya. Ini kesalahan dari pemukul maupun yang dipukul.

Kemiri tidak mungkin pecah kalau hanya dengan ramasan tangan yang lembut. Biasanya dengan cara meniti atau menjepit dengan dua benda yang keras. Dititi di batu dengan batu atau dijepit dengan jepitan besi. Hanya meniti ini dengan sangat hati-hati karena isinya yang empuk itu kalau hancur tak laku untuk dipakai, entah untuk dipakai sendiri atau untuk dijual. Isi kemiri yang putih itu akan membawa berbagai makna untuk hidup manusia. Pada zaman penerangan dengan minyak atau listrik belum ada, kemiri inilah yang ditumbuk dan dijadikan bahan penerang dalam rumah.

Pohon kemiri yang tinggi tidak menindih pohon lain. Ciri khas kemiri, kulit keras, isi lembut. Menyimpan minyak pelembut dan penyembuh. Berserah diri untuk dibakar jadi penerang. Inilah filsafat kemiri untuk suatu proses pendidikan yang tegas, jelas, lugas  dan tuntas.

Membaca dan menulis. Dua kegiatan yang erat berkaitan untuk setiap orang terdidik. Membaca saja tanpa menulis, hampa. Menulis saja tanpa membaca, kosong. Pater Piet Salu bersama rekan-rekan Pengajar di sekolah ini mempunyai gagasan dan pelaksanaan yang luar biasa di bidang pendidikan. Siswa-siswa dibimbang dan dilatih untuk membaca dan menulis, menulis dan membaca sesuai bidang masing-masing.

Remaja yang baru tamat SMP, mempunyai kebiasaan membentuk identitas diri lewat peristiwa atau tokoh-tokoh penting. Pengalaman dan pengetahuan menyatu dalam diri remaja SMA, kelas X sampai kelasXII. Sayang kalau tiga tahun ini siswa-siswi dijejali dengan berbagai cabang ilmu sekedar untuk lulus dalam evluasi demi evaluasi. Ilmu sudah disarikan dan ditulis oleh berbagai penulis dalam bentuk buku-buku yang mudah diperoleh baik cetak maupun elektronik. Buku-buku menumpuk di perpustakaan dan memenuhi ruang angkasa dalam bentuk buku elektronik. Gudang pengetahuan ada dalam buku-buku. Kalau para remaja tidak didorong untuk membaca dan menulis pemahamannya dalam bentuk  karya ilmiah, maka mereka ibarat ‘kutu’ yang merusak buku dan tunggu dimatikan oleh pemilik buku, ‘mati kutu’. Peribahasa ‘kutu buku’ mengisyaratkan buku-buku itu digerogoti oleh kutu-kutu, memakan lembar demi lembar sampai hancur buku itu. Inilah ‘kutu buku’.

Tepat sekali Pater Piet bersama kawan-kawan guru memberi semangat untuk siswa-siswi di sekolah ‘Arnoldus Janssen’ ini untuk menjadi ‘Kutu Buku’, bukan ‘Mati kutu’. Judul yang sangat menantang untuk setiap pemegang buku ini. Dalam buku yang istimewa ini termuat karya ringkasandari 57 siswa-siswi. Itulah kebanggan dari para penulis ini dan membuat kagum adik-adik mereka lalu para orang tua bergumam, ‘Luar biasa anak-anak kami, mencerna berbagai buku dan meringkas isinya sebagai karya ilmiah penuh kearifan yang dituangkan oleh penulis buku yang mereka baca’.

Sebagai penulis prolog ini, saya ingin membagikan pengalaman saya semasa di SMP dan SMA Seminari Lalian,dari tahun 1959 sampai tahun l966. Tujuh tahun lamanya pendirikan di Seminari, sekolah untuk calon Imam. Selama tujuh tahun itu saya berkeliling di lima benua, Asia, Eropa, Amerika, Afrika dan Australia. Berkeliling tidak memakai alat transpotasi laut, darat dan udara. TetapiBuku!! Buku-buku ilmu, Sejarah, Ilmu Bumi, Agama dan lain-lain mata pelajaran menjadi media utama untuk menjelajah dunia. Ini ditunjang dengan bacaan buku-buku roman, cerpen dan kumpulan puisi menjadi makanan dan minuman sehari-hari. Bekal di Seminari Menengah atau Pendidikan Menengah ini menjadi bekal yang sangat limpah untuk menggeluti buku-buku yang lebih berat di Seminari Tinggi Ledalero dan di Perguruan Tinggi yang lain di Jawa.

Hasil dari membaca ini mendorong diri saya menjadi penulis, mulai dari SMP kelas tiga sampai sekarang. Sejak di bangku Seminari tingkat SMP dan SMAsayaterlibatsebagai dewan redaksimajalahsekolah, Sol Oriens.Selanjutnya, saya sudah menjadi penulis artikel-artikel untuk Mingguan Dian – Ende, Mingguan Hidup – Jakarta, Mingguan Peraba – Yogyakarta, Bulanan Trubus – Jakarta, Bulanan Busos – Surabaya, Majalah IntiSari, Jakarta.  Lalu sesudah selesai studi sebagai anggota masyarakat, saya menulis di Mingguan bahasa Inggris (Weekly) Asia Focus, Hongkong, harian Pos Kupang – Kupang, Timor Express – Kupang, buletin Carmelo– Kupang, Kompasiana – Jakarta.

Dorongan menulis tetap ada sehingga ada 12 buku tebal-tipis saya tulis menyangkut buku-buku Agama, Sosial, Politik, Ekonomi, Budaya, Agama  dan Filsafat. Bidang tugas pun mempengaruhi untuk terus menulis dan dalam usia tujuh-puluhan ini saya menyelesaikan empat jilid buku Filsafat dengan judul ‘Kwadran Bele’ berisi teori temuan kecil saya dalam bidang pembangunan, menyangkut filsafat pembangunan.

Dalam alinea di atas ini seolah-olahada penonjolan diri, tetapi mengungkapkan pengalaman pada tempatnya dan pada waktunya bukanlah satu tindakan yang ceroboh. Bisa terjadi bahwa ada yang mencap ‘sombong’, tetapi berbagi pengalaman kepada remaja yang begitu bersemangat untuk menulis, sangat pada tempatnya saya ungkapkan dengan lugas pengalaman saya.

Buku ‘Lebih baik menjadi kutu buku daripada mati kutu’, karya para remaja ini menimbulkan rasa bangga yang luar biasa dalam diri saya sebagai penulis prolog. Pater Piet Salu yang kurang banyak senyum meminta untuk menulis prolog. Langsung saya terima dengan senang hati. Ada keyakinan dalam diri saya bahwa langkah yang ditempuh oleh Kepala Sekolah dan rekan-rekan Guru di SMA  Santu Arnoldus Janssen ini adalah langkah yang paling tepat. Saya yakin bahwa para remaja ini akan menjadi ‘kutu buku’.  Melalui pengetahuan dan pengalaman yang mereka peroleh dalam membaca dan menulis, para remaja ini akan menjadi pemikir, penggagas dan pelaksana pembangunan di segala bidang.

Angkatan pertama, tahun ajaran 2021-2022 sebanyak 57 siswa-siswi yang tamat pada tanggal 5 Mei 2022 ini sudah memberikan teladan yang luar biasa bagi generasi selanjutnya. Mereka menjadi kebanggaan Sekolah serta para Guru dan Tenaga Kependidikan  yang telah menuntun mereka untuk menghasilkan karya yang sangat bermutu dan penuh daya tarik ini. Para orang tua pun pasti berbangga bahwa anak-anak mereka sudah mampu menembus dunia perbukuan lewat kegiatan membaca dan menulis. Bukti tertulis adalah buku ini. Karya ini adalah awal yang baik untuk karya ilmiah selanjutnya.

Dunia pendidikan yang lebih tinggi terbuka lebar untuk menerima dan mengembangkan bakat-bakat para remaja ini. Kembali pada awal tulisan ini, ‘Filsafat Kemiri’.  Kalau para remaja ini tidak dituntun dengan keras dan tegas dalam membaca dan menulis, maka mereka ibarat sekarung kemiri yang ditimbang dan laku untuk digudangkan tanpa ada guna untuk dijadikan bahan olahan yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Kemiri harus dipecahkan tidak dengan kelembutan dan elusan  jemari saja, tapi harus dengan tenaga yang keras dan tegas tanpa menghancurkan.

Salam sukses untuk para penulis, lima puluh tujuh remaja. Terimakasih berganda untuk Pater Piet, Kepala Sekolah, para Guru dan Tenaga Kependidikan yang berkeringat untuk membimbing para remaja ini. Sangat pada tempatnya para remaja ini bersyukur kepada TUHAN dan berterimakasih kepada Serikat Sabda Allah yang melalui Yayasan pendidikan Aryos yang telah mendirikan Sekolah ini. Pasti Santu Arnoldus Janssen  merestui dan mendoakan karya yang luhur ini.

Salam, selamat membaca untuk semua yang sempat membuka-buka lembaran buku ini.

Kupang, 19 April 2022

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *