AMBIL

 

Ambil. Ambil itu selalu barang. Tidak mungkin manusia. Sering manusia disamakan dengan barang sehingga ada yang mengatakan, saya ambil dia sebagai isteri. Ini pelecehan. Pak Kepala ambil orang-orang dekat. Ini pun pelecehan. Yang ambil dan diambil sama-sama pada posisi saling melecehkan. Ambil itu terjadi pada si-pengambil dalam posisi berkuasa atas yang diambil. Sesuka hati, tanpa ada persetujuan dari yang diambil. Barang, tumbuhan, hewan ada pada posisi untuk diambil oleh siapa pun karena si-pengambil ada kebebasan sedangkan yang diambil tidak berada dalam posisi bebas.

Kita manusia ada Nafsu, keinginan untuk ambil apa saja demi kebutuhan kita. Ini baik dan wajar.  Ambil secukupnya. Ambil lebih, rakus. Kita ada Nalar untuk timbang, apa yang diambil, di mana, kapan, untuk apa. Ambil seenaknya, bahayakan diri. Kita ada Naluri untuk ambil apa saja di sekitar kita sambil pertenggangkan sesama kita, mengganggu atau tidak. Ambil apa-apa sambil sikut sana sikut sini dianggap serakah. Kita ada Nurani yang membuat kita sadar bahwa apa saja yang kita ambil itu bukan milik kita, tapi milik Sang Pencipta, TUHAN. Ambil dengan penuh percaya dan penuh syukur. (4N, Kwadran Bele, 2011).

Ambil untung. Ini masuk ranah Nafsu. Wajar. Ambil untung berlipat-lipat, itu yang dilarang. Ambil cuti. Ini masuk Nalar. Cuti supaya segar, sehat.  Ambil peran. Ini masuk ranah Naluri. Ini yang diharapkan. Tidak pangku tangan lihat derita sesama. Ambil hati. Istilah bagus. Masuk ranah Nurani. Ambil hati baru tusuk dengan belati, pembunuhan. Ambil hati untuk sehati, saling mengasihi.

Ambil asal ambil. Ini keterlaluan. Tidak timbang, tidak tenggang rasa.  Hidup ini kesempatan ambil apa saja untuk hidup. TUHAN PEMBERI hidup siapkan semua untuk kita. Ambil saja. Asal ambil secukupnya.

 

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *